Pembuka yang Menyentuh Pengalaman Guru dan Orang Tua
Anda pernah melihat anak-anak madrasah berlarian di halaman sekolah, memetik daun, menginjak rumput, lalu tiba-tiba satu anak bertanya, “Bu, kok pohon ini mirip tangan yang lagi sujud?” Hati Anda langsung hangat, tapi sekaligus sedih karena selama ini kegiatan di luar kelas sering dianggap “hanya “mengisi waktu kosong”, bukan bagian penting dari pendidikan. Di rumah pun, anak sering bermain gadget, jarang menyentuh tanah, dan lupa bahwa bumi ini amanah Allah. Kita semua rindu: bagaimana caranya membuat anak mencintai lingkungan dengan sepenuh hati, bukan sekadar tahu teori?
Masalah Umum yang Sering Terjadi
Kokurikuler sering dijalankan seragam: semua anak tanam pohon pada hari yang sama, semua anak membersihkan selokan pada waktu yang sama, semua anak membuat poster yang mirip satu sama lain. Akibatnya, anak yang kinestetik bosan, anak yang visual kehilangan kreativitas, anak penyendiri merasa terpaksa. Hasilnya: cinta lingkungan tidak tumbuh, hanya kewajiban yang cepat dilupakan. Guru lelah mengawasi, orang tua bingung bagaimana melanjutkan di rumah.
Penjelasan Inti: Esensi Kebijakan dan Sains Belajar
Kurikulum Berbasis Cinta (Kepdirjen Pendis 6077/2025) menjadikan cinta lingkungan sebagai pilar ketiga dari Panca Cinta, dan mewajibkan personalisasi kokurikuler (Panduan Kokurikuler 2025). Ini diperkuat Panduan Pembelajaran dan Asesmen Edisi Revisi 2025 serta Panduan Pembelajaran STEM 2025 yang mendorong proyek lingkungan yang otentik dan berbeda untuk setiap anak.
Neurosains menjelaskan: ketika anak melakukan aktivitas lingkungan sesuai minat dan gaya belajarnya, hippocampus (pusat memori) dan nucleus accumbens (pusat reward) aktif secara bersamaan). Rasa “aku peduli bumi” menjadi memori emosional permanen, bukan sekadar pengetahuan sementara.
Strategi Praktis
A. Untuk Guru Madrasah
- Minat Lingkungan Mapping (minggu pertama): Bagikan kartu pilihan “Aku ingin menunjukkan cinta lingkunganku lewat: menanam, menggambar alam, membuat lagu tentang bumi, merawat hewan, mendaur ulang sampah, atau bercerita tentang alam”. Hasilnya jadi dasar personalisasi sepanjang tahun.
- Kokurikuler Pilihan Sabtu Cinta Bumi: Tiap Sabtu pagi ada 5–6 stasiun tetap: Kebun Mini, Studio Daur Ulang, Galeri Alam, Panggung Cerita Hijau, Laboratorium Air Bersih, Pos Merawat Hewan. Anak bebas pilih satu stasiun selama satu bulan, lalu boleh ganti.
- Portofolio Cinta Lingkungan Pribadi: Setiap anak punya map khusus berisi foto, lukisan, catatan harian, atau rekaman suara lagu ciptaan mereka. Ini menjadi bukti asesmen formatif yang sesuai Permendikbudristek 21/2022.
B. Untuk Orang Tua
- Rumah Jadi Ekstensi Kokurikuler: Tiap akhir pekan, tanyakan “Minggu ini kamu ingin melanjutkan proyek cintamu di rumah bagaimana?” Bantu sediakan alat sesuai pilihan anak (pot kecil, cat air, botol bekas, dll).
- Jurnal Alam 5 Menit: Sebelum tidur, ajak anak menggambar atau menulis satu hal yang membuatnya bersyukur pada alam hari ini. Tulisan tangan meningkatkan neuroplasticity dan rasa kepemilikan.
- Doa Lingkungan Personal: Ajarkan doa pendek sesuai minat anak, misalnya anak yang suka tanam: “Ya Allah, jadikan tanamanku ini tumbuh seperti imanku tumbuh.”
C. Untuk Anak/Siswa
- Kartu Pilihan Cinta Bumi: Beri kartu bergambar setiap minggu, anak cukup tunjuk gambar kegiatan yang ingin dilakukan.
- Kalimat Ajaib: Ajarkan “Aku boleh mencintai bumi dengan cara aku sendiri.”
- Refleksi Hati Hijau: Tiap akhir kegiatan, ajak anak pegang dada lalu katakan “Hatiku jadi lebih hijau hari ini karena…”
Contoh Nyata di Kelas/Rumah
Di sebuah MTs di Bantul, Bu Nurul menerapkan kokurikuler personalisasi sejak semester lalu. Ada Zaki yang tak suka bicara tapi jago menggambar → ia membuat komik “Petualangan Si Botol Plastik”. Ada Aisyah yang hiperaktif → ia memimpin tim daur ulang sampah jadi mainan. Ada Rizky yang pendiam → ia merawat ikan cupang di akuarium kelas. Hasilnya: dalam 3 bulan, sampah plastik sekolah berkurang 70%, dan anak-anak pulang sambil berkata “Besok aku mau ke stasiun daur ulang lagi, Bu!” Orang tua melaporkan anaknya mulai memilah sampah di rumah tanpa disuruh.
Bagian NLP / Neurosains / Kesadaran
Personalisasi kokurikuler mengaktifkan locus of control internal anak: ketika anak merasa “ini pilihanku”, dopamin dan serotonin melonjak, menciptakan motivasi intrinsik yang kuat. Anchoring terjadi setiap anak memasuki stasiun pilihannya—otak langsung mengaitkan “lingkungan = bahagia”. Future pacing dilakukan saat anak memegang portofolionya dan membayangkan “kelak aku jadi penyelamat bumi”. Reframing dari “harus peduli lingkungan” menjadi “aku boleh memilih cara mencintai bumi” mengubah stres menjadi sukacita. Kesadaran bahwa bumi adalah makhluk yang bertasbih (QS Al-Isra: 44) menjaga niat tetap murni.
Ringkasan Poin Penting
- Cinta lingkungan = pilar ketiga Kurikulum Berbasis Cinta (Kepdirjen 6077/2025)
- Personalisasi kokurikuler = wajib Panduan Kokurikuler 2025
- Pilihan anak = dopamin + memori emosional permanen
- Guru & orang tua menjadi pendamping, bukan pengatur
- Hasil: anak tidak lagi membuang sampah sembarangan, tapi menjaga bumi seperti menjaga hati sendiri
Ajakan Refleksi
Malam ini, ajak anak Anda berjalan sebentar di halaman atau balkon. Biarkan ia memilih satu daun, satu bunga, atau satu batu yang paling disukai. Pegang bersama, lalu tanyakan dengan lembut:
“Apa yang ingin kamu lakukan besok untuk membahagiakan ciptaan Allah yang ini?”
Dengarkan jawabannya. Itu adalah benih cinta lingkungan yang akan tumbuh menjadi pohon besar dalam hatinya—dan dalam hati kita semua.
Langkah kecil mana yang akan Anda ambil akhir pekan ini agar rumah atau madrasah jadi lebih hijau dan penuh cinta? Mulailah dari satu stasiun kecil saja. Bumi sedang menunggu sentuhan lembut anak-anak kita.