Panduan Praktis Guru untuk Membangun Motivasi Belajar Mendalam di Era Kurikulum 2025
Pembuka: Momen yang Mengubah Segalanya
Pernahkah Anda berdiri di depan kelas, menyampaikan materi dengan penuh semangat, tetapi tatapan siswa seakan menembus Anda—kosong dan tanpa gairah? Atau mungkin Anda sudah mempersiapkan pembelajaran dengan matang, namun pertanyaan pertama yang muncul dari siswa adalah: “Pak/Bu, ini penting nggak untuk ujian?”
Momen-momen seperti ini bukan tanda kegagalan Anda sebagai guru. Ini adalah sinyal bahwa ada jembatan yang belum terbangun—jembatan antara apa yang kita ajarkan dengan mengapa mereka perlu mempelajarinya.
Di sinilah teknik framing dari Neuro-Linguistic Programming (NLP) menjadi kunci. Framing bukan sekadar teknik komunikasi. Ia adalah seni membingkai ulang realitas pembelajaran sehingga siswa tidak hanya mendengar, tetapi terpanggil untuk belajar.
Masalah yang Sering Diabaikan
Mengapa Siswa Kehilangan Minat?
Berdasarkan kajian akademik Kemendikdasmen (2025), salah satu akar masalah pendidikan Indonesia adalah pendekatan surface learning—pembelajaran permukaan di mana siswa menghafal fakta tanpa memahami hubungan antar konsep. Dampaknya:
- Siswa belajar demi nilai, bukan demi pemahaman
- Materi terasa terpisah dari kehidupan nyata
- Motivasi belajar bersifat eksternal (takut hukuman, mengejar nilai) bukan internal
- Pengetahuan mudah hilang setelah ujian selesai
Kesalahan Framing yang Umum Dilakukan
Tanpa disadari, guru sering menggunakan framing yang justru mematikan minat:
Framing Negatif:
- “Kalau tidak paham ini, kamu akan kesulitan di bab selanjutnya.”
- “Materi ini susah, jadi kalian harus fokus.”
- “Ini sering keluar di ujian, jadi hafalkan.”
Dampaknya: Siswa belajar dari ketakutan, bukan keingintahuan. Otak dalam kondisi stres justru sulit menyerap informasi secara mendalam.
Landasan Kebijakan: Pembelajaran Mendalam 2025
Apa Kata Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025?
Peraturan terbaru pada Permendikdasmen 13/2025 menegaskan pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning) sebagai strategi utama peningkatan mutu pendidikan. Pendekatan ini bukan kurikulum baru, melainkan cara pandang baru dalam mengajar yang dapat diterapkan baik dalam Kurikulum 2013 maupun Kurikulum Merdeka.
Tiga prinsip utama pembelajaran mendalam:
- Berkesadaran (Mindful): Siswa tahu mengapa mereka belajar dan untuk apa pembelajaran itu
- Bermakna (Meaningful): Materi terhubung dengan kehidupan nyata siswa
- Menggembirakan (Joyful): Proses belajar menciptakan rasa bangga dan semangat
8 Dimensi Profil Lulusan
Permendikdasmen No. 10 Tahun 2025 menetapkan 8 dimensi yang menjadi target pembentukan karakter dan kompetensi:
- Keimanan dan Ketakwaan — Fondasi spiritual dalam belajar
- Kewargaan — Cinta tanah air dan tanggung jawab sosial
- Penalaran Kritis — Kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah
- Kreativitas — Berpikir inovatif dan orisinal
- Kolaborasi — Bekerja sama secara efektif
- Kemandirian — Bertanggung jawab atas proses belajar sendiri
- Kesehatan — Keseimbangan fisik dan mental
- Komunikasi — Menyampaikan ide dengan jelas dan etis
Pertanyaan kunci: Bagaimana teknik framing dapat membantu mewujudkan 8 dimensi ini dalam setiap sesi pembelajaran?
Memahami Framing dalam NLP
Apa Itu Framing?
Dalam NLP, frame adalah bingkai atau konteks yang membentuk cara kita memaknai sesuatu. Framing adalah seni memilih dan menyusun konteks tersebut agar pesan yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda.
Analogi sederhana: Bayangkan sebuah lukisan. Lukisan yang sama akan terlihat berbeda jika dibingkai dengan pigura kayu klasik dibanding pigura modern minimalis. Bingkai tidak mengubah lukisan, tetapi mengubah cara orang melihatnya.
Dalam pembelajaran, apa yang kita ajarkan adalah lukisannya. Bagaimana kita membingkainya menentukan apakah siswa akan tertarik atau mengabaikannya.
Jenis-Jenis Frame yang Relevan untuk Guru
1. Outcome Frame (Bingkai Hasil) Mengajak siswa fokus pada hasil yang ingin dicapai, bukan pada masalah atau hambatan.
Contoh transformasi:
- ❌ “Jangan sampai salah dalam menghitung pecahan.”
- ✅ “Setelah ini, kalian akan bisa menghitung diskon saat belanja sendiri.”
2. Relevance Frame (Bingkai Relevansi) Menghubungkan materi dengan kehidupan nyata siswa.
Contoh transformasi:
- ❌ “Hari ini kita belajar fotosintesis.”
- ✅ “Pernahkah kalian bertanya mengapa tanaman di kamar yang gelap mati, padahal sudah disiram?”
3. Possibility Frame (Bingkai Kemungkinan) Membuka ruang eksplorasi alih-alih membatasi dengan “benar atau salah.”
Contoh transformasi:
- ❌ “Jawaban yang benar adalah…”
- ✅ “Apa yang mungkin terjadi jika…?”
4. Appreciative Frame (Bingkai Apresiasi) Mengakui apa yang sudah dimiliki siswa sebelum menambah pengetahuan baru.
Contoh transformasi:
- ❌ “Kalian belum bisa ini, jadi kita perlu belajar…”
- ✅ “Kalian sudah bisa menghitung penjumlahan. Sekarang kita akan naik level ke perkalian.”
Strategi Praktis: Framing Bertingkat
Tingkat 1: Framing Pembuka Pelajaran (5-10 Menit Pertama)
Teknik “Hook and Bridge”
Langkah 1 — Hook (Kait Perhatian) Mulai dengan pertanyaan atau pernyataan yang menyentuh pengalaman personal siswa.
Contoh untuk pelajaran Matematika (Persentase):
“Siapa yang pernah melihat tulisan ‘DISKON 50%’ di mall? Angkat tangan. Nah, pernahkah kalian berpikir: apakah diskon 50% + 50% sama dengan gratis?”
Langkah 2 — Bridge (Jembatan) Hubungkan rasa ingin tahu itu dengan tujuan pembelajaran hari ini.
“Hari ini kita akan membongkar rahasia di balik angka-angka persentase. Setelah ini, kalian tidak akan mudah ‘tertipu’ oleh iklan lagi.”
Langkah 3 — Frame the Value (Bingkai Nilai) Jelaskan mengapa ini penting dalam konteks yang lebih luas.
“Kemampuan ini akan kalian pakai seumur hidup—saat belanja, menghitung pajak, bahkan saat menegosiasikan gaji kelak.”
Tingkat 2: Framing Selama Proses Pembelajaran
Teknik Meta-Model Questioning
Meta-model adalah teknik bertanya dalam NLP yang membantu siswa menggali pemahaman lebih dalam. Gunakan pertanyaan yang:
Memperjelas (Clarifying):
- “Bisa jelaskan lebih detail apa yang kamu maksud dengan…?”
- “Contohnya seperti apa?”
Menantang Generalisasi:
- “Apakah selalu begitu? Adakah pengecualian?”
- “Siapa yang bilang harus seperti itu?”
Menghubungkan:
- “Bagaimana ini berkaitan dengan yang kita pelajari kemarin?”
- “Di mana lagi kamu bisa menemukan pola yang sama?”
Tingkat 3: Framing Penutup dan Refleksi
Teknik Future Pacing
Future pacing adalah teknik NLP untuk membantu siswa membayangkan diri mereka menggunakan pengetahuan baru di masa depan.
Contoh:
“Bayangkan minggu depan kalian pergi ke supermarket bersama orang tua. Ada promo: ‘Beli 2 gratis 1’ dan di sebelahnya ada ‘Diskon 30%’. Dengan apa yang kita pelajari hari ini, kalian bisa langsung menghitung mana yang lebih menguntungkan. Bagaimana perasaan kalian saat bisa membantu keputusan keluarga?”
Contoh Aktivitas: Satu Topik dengan Framing Terintegrasi
Topik: Siklus Air (IPA Kelas 5)
Durasi: 3 Pertemuan (1 Minggu)
PERTEMUAN 1: Membangkitkan Rasa Ingin Tahu
Pembuka (Framing Hook):
“Tadi pagi kalian minum air, kan? Coba tebak: air yang kalian minum itu usianya berapa? Seribu tahun? Sejuta tahun? Atau bahkan… air yang sama yang pernah diminum dinosaurus?”
Aktivitas Inti:
- Siswa menuliskan “perjalanan” air yang mereka bayangkan
- Diskusi kelompok: mengapa air tidak pernah habis?
- Guru memfasilitasi dengan meta-model questioning
Penutup (Future Pacing):
“Setelah tiga pertemuan ini, kalian akan bisa menjelaskan kepada adik atau tetangga mengapa hujan turun. Siap jadi ‘ahli air’?”
PERTEMUAN 2: Eksplorasi Mendalam
Pembuka (Relevance Frame):
“Kemarin Jakarta banjir. Minggu lalu Wonogiri kekeringan. Dua tempat ini sama-sama di Indonesia. Mengapa bisa berbeda?”
Aktivitas Inti:
- Eksperimen sederhana: evaporasi dengan gelas berisi air ditutup plastik
- Siswa membuat model siklus air dengan bahan sederhana
- Kolaborasi: setiap kelompok menjelaskan satu tahap siklus
Refleksi dengan Anchoring: Guru menciptakan “jangkar” emosional dengan gerakan atau kata kunci.
“Setiap kali kalian melihat awan, ingat kata ini: PERJALANAN. Air sedang dalam perjalanan panjangnya.”
PERTEMUAN 3: Koneksi dan Makna
Pembuka (Appreciative Frame):
“Kalian sudah memahami bagaimana air bergerak. Sekarang pertanyaan yang lebih besar: apa tanggung jawab kita?”
Aktivitas Inti:
- Diskusi: bagaimana aktivitas manusia mempengaruhi siklus air?
- Proyek mini: poster “Satu Hal yang Bisa Kulakukan untuk Air”
- Presentasi dengan peer feedback
Penutup (Reframing untuk Dimensi Spiritual):
“Air yang kalian minum hari ini adalah titipan dari langit, melewati gunung, sungai, dan tanah. Ini bukan hanya sains—ini juga tentang rasa syukur dan tanggung jawab kita sebagai manusia.”
Neurosains di Balik Framing
Mengapa Framing Bekerja?
1. Sistem Aktivasi Retikular (RAS) Otak kita menerima jutaan informasi setiap detik, tetapi hanya sebagian kecil yang masuk ke kesadaran. RAS berfungsi sebagai “filter” yang menentukan apa yang dianggap penting. Framing yang tepat memberitahu RAS siswa: “Perhatikan ini, ini penting untukmu.”
2. Amigdala dan Emosi Amigdala adalah pusat emosi di otak. Informasi yang dikaitkan dengan emosi (rasa ingin tahu, relevansi personal, kegembiraan) lebih mudah disimpan dalam memori jangka panjang dibanding informasi netral.
3. Neuroplastisitas Otak terus membentuk koneksi baru berdasarkan pengalaman. Framing yang konsisten membantu membentuk “jalur neural” yang mengasosiasikan belajar dengan pengalaman positif.
Implikasi Praktis
- Mulai dengan emosi, bukan informasi. Buat siswa merasa tertarik sebelum memberikan fakta.
- Gunakan cerita dan analogi. Otak lebih mudah mengingat narasi dibanding data terpisah.
- Libatkan tubuh. Gerakan fisik (anchor kinestetik) memperkuat memori.
Perspektif Spiritual-Modern dalam Framing
Kesadaran sebagai Fondasi
Pembelajaran mendalam bukan hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga pembentukan kesadaran. Dalam perspektif spiritual yang selaras dengan dimensi keimanan dan ketakwaan:
Framing sebagai Niat Setiap kali guru membingkai pembelajaran, ia sedang menanamkan niat dalam hati siswa. Niat yang baik menghasilkan proses yang bermakna.
Pertanyaan Reflektif untuk Guru:
- Mengapa saya mengajarkan materi ini? (Bukan “karena ada di kurikulum”)
- Bagaimana materi ini bisa membantu siswa menjadi manusia yang lebih baik?
- Nilai apa yang ingin saya tanamkan melalui topik ini?
Framing dengan Dimensi Makna
Contoh untuk pelajaran Sejarah (Kemerdekaan Indonesia):
Tanpa framing bermakna:
“Hari ini kita belajar tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.”
Dengan framing spiritual-modern:
“Bayangkan hidup di zaman di mana kebebasan kalian ditentukan orang lain. Apa yang membuat seseorang rela mempertaruhkan nyawa demi sesuatu yang lebih besar dari dirinya? Hari ini kita akan belajar tentang keberanian, pengorbanan, dan makna merdeka yang sesungguhnya.”
Ringkasan Poin Penting
Prinsip Framing yang Efektif
- Mulai dari MENGAPA, bukan APA
- Siswa perlu tahu alasan belajar sebelum menerima informasi
- Hubungkan dengan Pengalaman Personal
- Materi yang relevan dengan kehidupan siswa lebih mudah diserap
- Gunakan Bahasa Positif dan Berorientasi Hasil
- Fokus pada apa yang akan dicapai, bukan apa yang harus dihindari
- Libatkan Emosi
- Pembelajaran yang menyentuh hati akan bertahan lebih lama
- Berikan Konteks Masa Depan
- Future pacing membantu siswa melihat nilai jangka panjang
Checklist Harian untuk Guru
Sebelum mengajar, tanyakan pada diri sendiri:
- [ ] Apakah saya sudah menyiapkan “hook” yang menarik perhatian?
- [ ] Apakah saya bisa menjelaskan MENGAPA topik ini penting dalam 1 kalimat?
- [ ] Bagaimana materi ini terhubung dengan kehidupan nyata siswa?
- [ ] Dimensi profil lulusan mana yang bisa dikembangkan hari ini?
- [ ] Sudahkah saya menyiapkan pertanyaan yang memicu berpikir mendalam?
- [ ] Bagaimana saya akan menutup dengan future pacing?
Ajakan Refleksi
Guru yang baik tidak hanya mengajar materi—ia mengajar cara melihat.
Setiap kali Anda membingkai sebuah pelajaran, Anda sedang memberikan kacamata baru kepada siswa untuk memandang dunia. Framing yang tepat mengubah “pelajaran yang harus dihafalkan” menjadi “pemahaman yang mengubah cara berpikir.”
Pertanyaan untuk Direnungkan:
- Dari semua teknik framing di artikel ini, mana yang paling sesuai dengan gaya mengajar Anda?
- Ingat satu momen ketika siswa Anda benar-benar antusias dalam belajar. Apa yang berbeda pada momen itu?
- Bagaimana Anda bisa membingkai ulang satu topik yang selama ini dianggap “membosankan” oleh siswa?
- Jika pembelajaran mendalam adalah tentang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan—aspek mana yang paling perlu Anda tingkatkan?
Catatan Akhir:
Framing bukanlah manipulasi. Ia adalah bentuk kepedulian—kepedulian untuk menyajikan pengetahuan dengan cara yang paling mudah diterima dan paling bermakna bagi penerima. Ketika kita membingkai pembelajaran dengan tepat, kita tidak mengubah kebenaran; kita membuatnya lebih terlihat, lebih relevan, dan lebih menyentuh.
Selamat mencoba Teknik NLP untuk Mengajar. Selamat mengajar dengan kesadaran baru.
Artikel ini disusun selaras dengan Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025, Permendikdasmen No. 10 Tahun 2025 tentang Standar Kompetensi Lulusan, serta Kajian Akademik Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) Kemendikdasmen.