Pembuka yang Menyentuh Pengalaman Guru dan Orang Tua

Bayangkan akhir semester tiba. Anak-anak madrasah tidak lagi bertanya “Bu, kapan libur?”, tapi justru berkata “Bu, kapan proyek kita lanjut lagi?”
Mereka pulang membawa tanaman hidroponik, video dakwah lingkungan, buku cerita tentang pahlawan lokal, atau alat penyaring air sederhana—semua dibuat dengan tangan mereka sendiri, dengan mata berbinar dan hati penuh syukur.
Di rumah, orang tua tidak lagi bertanya “Nilai berapa?”, tapi “Hari ini kamu sudah menunjukkan cinta seperti apa kepada Allah, teman, dan negeri ini?”
Inilah mimpi yang ingin diwujudkan Panduan Kokurikuler 2025: proyek bukan lagi “tugas tambahan”, tapi ladang cinta yang membuat anak jatuh cinta pada proses menjadi manusia utuh.

Masalah Umum yang Sering Terjadi

Kokurikuler selama ini sering terasa terpisah dari pembelajaran utama: Pramuka hari Sabtu, OSIS hanya urus acara, ekstrakurikuler tahfidz terpisah dari sains, dan proyek lingkungan hanya “tanam pohon sekali setahun”. Anak merasa “banyak kegiatan, tapi tidak terhubung dengan hati”. Guru kelelahan mengkoordinir banyak kegiatan, orang tua bingung mana yang penting, dan Profil Pelajar Pancasila tetap hanya teori di buku.

Penjelasan Inti: Esensi Kebijakan dan Sains Belajar

Panduan Kokurikuler 2025 (berdasarkan Permendikdasmen Nomor 12 Tahun 2025, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Edisi Revisi 2025, serta Kepdirjen Pendis 6077/2025) mewajibkan proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila menjadi jantung kokurikuler yang terintegrasi, personal, dan berbasis cinta. Proyek ini harus mengandung elemen diferensiasi, personalisasi, dan kolaborasi lintas mata pelajaran, termasuk pendidikan agama Islam (KMA 1503/2025).

Neurosains membuktikan: ketika anak mengerjakan proyek nyata yang bermakna bagi dirinya (meaningful project-based learning), hippocampus dan prefrontal cortex bekerja maksimal—memori jangka panjang terbentuk, dopamin melonjak, dan rasa “aku berarti” menjadi identitas permanen. Proyek berbasis cinta membuat anak tidak lagi “belajar untuk nilai”, tapi “belajar untuk menjadi wakil Allah di bumi”.

Strategi Praktis (Tiga Level)

A. Untuk Guru Madrasah

  1. Satu Tema Besar per Semester Berbasis Panca Cinta
    Contoh semester 1: “Cinta Lingkungan sebagai Rahmatan lil Alamin” → semua kokurikuler (Pramuka, tahfidz, sains, seni, olahraga) masuk ke proyek ini.
  2. Papan Proyek Cinta
    Tempel di kelas: setiap anak punya kolom pribadi berisi foto proses, catatan refleksi, dan stiker “Hari ini aku sudah mencintai…”. Guru cukup memfasilitasi, bukan mengatur.
  3. Presentasi Akhir Semester “Pameran Cinta”
    Anak mempresentasikan proyeknya di depan orang tua dan masyarakat—bukan lomba, tapi syukuran bersama.

B. Untuk Orang Tua

  1. Rumah Jadi Laboratorium Cinta
    Tiap akhir pekan, tanyakan “Minggu ini proyek cintamu butuh bantuan apa di rumah?” Bantu sediakan bahan, tapi biarkan anak yang memimpin.
  2. Jurnal Proyek Bersama
    Buat buku kecil: anak tulis/gambar prosesnya, orang tua tulis satu kalimat dukungan: “Aku bangga melihatmu peduli pada sampah plastik hari ini—itu tanda cinta kepada Allah.”
  3. Doa Khusus Proyek
    Sebelum tidur: “Ya Allah, berkahilah proyek kecil anak kami ini, jadikan ia bagian dari perjuangan Rasul-Mu.”

C. Untuk Anak/Siswa

  1. Kartu Pilihan Proyek
    Beri 5–7 pilihan cara menunjukkan cinta sesuai minat (menanam, menggambar, bercerita, membuat alat, bernyanyi, dll).
  2. Mantra Proyek
    “Proyekku kecil, tapi cintaku besar.”
  3. Refleksi Harian 1 Kalimat
    “Hari ini proyekku membuat hatiku lebih dekat kepada Allah karena…”

Contoh Nyata di Kelas/Rumah

Di MI Muhammadiyah 1 Malang, tema semester “Air Bersih untuk Semua Makhluk”.
Anak kelas 4–6 dibagi kelompok kecil sesuai minat:

  • Kelompok tahfidz membuat poster ayat-ayat tentang air + murottal
  • Kelompok sains membuat filter air dari botol bekas
  • Kelompok seni membuat drama musikal “Perjalanan Setetes Air”
  • Kelompok Pramuka mengajak warga membersihkan sungai
    Hasil akhir: air sungai di sekitar madrasah turun kekeruhannya 40%, anak-anak membuat sumur wakaf mini, dan semua orang tua menangis di pameran akhir semester saat anak-anak berkata: “Kami bukan lagi anak kecil—kami sudah menjadi khalifah fil ardhi versi kecil.” Proyek ini masuk berita lokal, dan anak-anak tetap melanjutkan proyek itu sampai sekarang tanpa diminta.

Bagian NLP / Neurosains / Kesadaran

Proyek penguatan profil adalah state-dependent learning terkuat: anak belajar dalam kondisi emosi tinggi (senang, bangga, merasa berarti) → memori 5–10 kali lebih kuat daripada belajar di kelas biasa. Anchoring terjadi setiap kali anak melihat hasil karyanya—otak langsung mengaitkan “aku = orang yang bermanfaat”. Future pacing alami muncul saat anak membayangkan “kelak proyek kecilku ini jadi besar”. Reframing dari “tugas kokurikuler” menjadi “ladang amal jariyah” mengubah kortisol menjadi oksitosin kolektif. Kesadaran bahwa setiap proyek adalah ibadah (QS Al-Baqarah: 30) menjaga niat guru, orang tua, dan anak tetap murni.

Ringkasan Poin Penting

  • Proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila = inti wajib Panduan Kokurikuler 2025
  • Harus terintegrasi, personal, dan berbasis Panca Cinta (Kepdirjen 6077/2025)
  • Proyek nyata + emosi positif = memori permanen + identitas “aku khalifah Allah”
  • Guru menjadi fasilitator, orang tua pendamping, anak pemimpin proyek
  • Hasil: anak tidak lagi bertanya “untuk apa belajar?”, tapi “kapan aku bisa berkarya lagi untuk Allah dan negeri ini?”

Ajakan Refleksi

Malam ini, duduklah bersama anak Anda. Tanyakan satu pertanyaan sederhana:
“Hati kecilmu ingin menunjukkan cinta kepada Allah, teman, dan Indonesia lewat cara apa semester ini?”

Dengarkan jawabannya dengan mata berbinar.
Itu bukan sekadar ide—itu benih proyek penguatan profil yang akan tumbuh menjadi pohon amal jariyah sepanjang hidupnya.

Apa satu tema proyek berbasis cinta yang akan Anda usulkan besok di rapat guru atau obrolan keluarga?
Mulailah dari satu pertanyaan malam ini. Karena perubahan besar selalu lahir dari proyek kecil yang dikerjakan dengan hati besar.