Pembuka yang Menyentuh Pengalaman Guru/Orang Tua

Bayangkan Anda sebagai guru di sekolah dasar, mengamati kelas di mana setiap anak terlibat dalam proyek STEM—satu anak dengan cepat merakit model turbin angin, sementara yang lain dibantu dengan instruksi visual sederhana, dan anak ketiga mengeksplorasi konsep energi melalui cerita interaktif. Atau sebagai orang tua, saat Anda melihat anak Anda yang biasanya kesulitan berkonsentrasi, kini antusias belajar sains di rumah karena tugas disesuaikan dengan minatnya, seperti menggunakan permainan untuk memahami matematika. Inilah keindahan diferensiasi proses dalam STEM 2025, yang membuat pembelajaran terasa personal dan inklusif. Bagi Anda yang setiap hari menghadapi keragaman kebutuhan anak di kelas atau rumah, pendekatan ini bukan sekadar teori, melainkan cara hangat untuk memastikan setiap anak berkembang sesuai potensinya, menciptakan ruang belajar yang penuh empati dan kegembiraan.

Masalah Umum yang Sering Terjadi

Di tengah dinamika kelas sekolah dasar atau madrasah, guru sering kali dihadapkan pada tantangan: anak-anak dengan tingkat pemahaman berbeda merasa terabaikan dalam pelajaran STEM yang seragam, menyebabkan sebagian bosan sementara yang lain kewalahan. Orang tua pun merasa bingung, “Bagaimana menyesuaikan aktivitas STEM di rumah agar anak tidak frustrasi?” Adaptasi dengan regulasi baru seperti Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025 yang menekankan penyesuaian kurikulum, sering terasa menantang, terutama ketika menyatukan nilai spiritual dari Kurikulum Berbasis Cinta di madrasah (Keputusan Dirjen Pendis Nomor 6077 Tahun 2025 dan KMA Nomor 1503 Tahun 2025) dengan pendekatan ilmiah yang fleksibel. Masalah seperti kurangnya sumber daya untuk personalisasi atau kesulitan mengukur kemajuan individu membuat proses belajar terasa kaku. Namun, panduan seperti Panduan Pembelajaran dan Asesmen Edisi Revisi 2025 serta Panduan Pembelajaran STEM 2025 hadir untuk menyederhanakan, mengubah keragaman menjadi kekuatan melalui penyesuaian yang bijak.

Penjelasan Inti (Berbasis Kebijakan & Sains Belajar)

Diferensiasi proses, sebagaimana diuraikan dalam Panduan Pembelajaran dan Asesmen Edisi Revisi 2025, adalah pendekatan yang menyesuaikan cara penyampaian materi STEM agar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kesiapan anak, selaras dengan Standar Proses (Permendikbudristek Nomor 16 Tahun 2022) yang menekankan pembelajaran fleksibel dan inklusif. Dalam konteks STEM, ini berarti memadukan Sains, Teknologi, Enjiniring, dan Matematika melalui variasi metode—seperti kelompok kecil, visual aids, atau proyek berbasis masalah—untuk mencapai Capaian Pembelajaran (Keputusan Kepala BSKAP Nomor 046/H/KR/2025), di mana setiap anak mengembangkan kompetensi lulusan seperti bernalar kritis dan kreatif, sesuai Standar Kompetensi Lulusan (Permendikdasmen Nomor 10 Tahun 2025) dan Standar Isi (Permendikdasmen Nomor 12 Tahun 2025).

Di madrasah, diferensiasi ini dipadukan dengan Kurikulum Berbasis Cinta, di mana penyesuaian proses menjadi wujud cinta terhadap keragaman anak, membangun harmoni spiritual dan intelektual. Dari perspektif neurosains, pendekatan ini memanfaatkan neuroplasticity, di mana otak anak yang berbeda-beda membentuk jalur baru melalui pengalaman disesuaikan, meningkatkan regulasi emosi dan motivasi. Prinsip NLP seperti anchoring membantu menetapkan pengalaman positif, sementara future pacing memvisualisasikan kemajuan anak sebagai pelajar Pancasila yang mandiri. Ini sejalan dengan Standar Penilaian (Permendikbudristek Nomor 21 Tahun 2022), yang mendorong asesmen formatif untuk memantau penyesuaian secara berkelanjutan.

Strategi Praktis (Tiga Level)

A. Untuk Guru

Gunakan Tes Kemampuan Awal (TKA) berdasarkan Kepmendikdasmen Nomor 95/M/2025 untuk mendiagnosis kebutuhan siswa, lalu diferensiasikan proses STEM melalui empat aspek: konten (level kesulitan konsep energi), proses (metode inkuiri vs. demonstrasi), produk (model fisik vs. presentasi), dan lingkungan (kelas vs. luar ruang), seperti direkomendasikan dalam Panduan Kokurikuler 2025. Integrasikan dengan intrakurikuler untuk proyek penguatan, dan gunakan penilaian formatif untuk umpan balik yang membangun growth mindset.

B. Untuk Orang Tua

Dukung anak dengan anchoring emosi positif, seperti rutinitas diskusi ringan setelah aktivitas STEM di rumah. Sesuaikan tugas berdasarkan Capaian Pembelajaran, misalnya menggunakan barang rumah tangga untuk eksperimen sederhana. Beri umpan balik yang empati, selaras dengan Kurikulum Berbasis Cinta, untuk membangun kepercayaan diri dan ketangguhan anak.

C. Untuk Anak/Siswa

Latih metakognisi dengan pertanyaan seperti “Metode mana yang paling membantu aku memahami?” Kelola self-regulation melalui pilihan aktivitas, dan kembangkan growth mindset dengan merefleksikan “Apa yang bisa aku sesuaikan agar lebih baik?” Refleksi harian membantu anak mengenali kebutuhan pribadi mereka.

Contoh Nyata di Kelas/Rumah

Di sebuah kelas SD atau madrasah, guru memulai proyek turbin angin dengan cerita tentang cinta lingkungan dari Kurikulum Berbasis Cinta. Anak dengan kemampuan tinggi merancang mandiri (enjiniring lanjutan), sementara yang membutuhkan dukungan menggunakan template visual (diferensiasi proses), dan anak lain mengeksplorasi melalui permainan matematika. Di rumah, orang tua menyesuaikan dengan minat anak, seperti menguji model di halaman sambil diskusi nilai gotong royong Pancasila. Anak kemudian merefleksikan: “Dengan penyesuaian ini, aku merasa lebih percaya diri belajar STEM, seperti mencintai proses pertumbuhan diri.”

Bagian NLP / Neurosains / Kesadaran

Pendekatan ini efektif karena neurosains: neuroplasticity memungkinkan otak beradaptasi melalui pengalaman disesuaikan, melepaskan dopamin untuk motivasi yang berkelanjutan. Teknik NLP seperti reframing mengubah “sulit” menjadi “peluang disesuaikan”, sementara anchoring dan future pacing membangun visi sukses. Secara spiritual, kesadaran muncul melalui niat ikhlas dalam penyesuaian, memastikan integritas dan regulasi emosi yang alami, menciptakan pembelajaran yang holistik tanpa paksaan.

Ringkasan Poin Penting

  • Diferensiasi Proses: Sesuaikan metode STEM untuk kebutuhan individu, dukung inklusivitas.
  • Integrasi Regulasi: Padu dengan Capaian Pembelajaran dan Kurikulum Berbasis Cinta untuk kedalaman spiritual.
  • Penguatan Dimensi Profil Lulusan: Bangun dimensi seperti mandiri dan bernalar kritis melalui penyesuaian.
  • Asesmen dan Diagnosis: Gunakan TKA dan formatif untuk pemantauan berkelanjutan.
  • Neurosains & NLP: Tingkatkan adaptasi otak dan motivasi emosional.

Ajakan Refleksi

Apa satu penyesuaian kecil yang bisa Anda terapkan besok dalam proses STEM di kelas atau rumah? Bagaimana Anda ingin anak merasakan belajarnya minggu ini—lebih personal dan penuh makna? Mari mulai dengan empati, dan saksikan transformasi yang menginspirasi.