Memahami Perubahan Kurikulum dengan Hati yang Tenang dan Langkah yang Pasti


Pembuka: Sebuah Momen yang Kita Tunggu Bersama

Pernahkah Anda merasa cemas setiap kali mendengar kata “perubahan kurikulum”? Mungkin ada bayangan dokumen tebal yang harus dibaca, pelatihan baru yang harus diikuti, atau pertanyaan anak di rumah yang sulit dijawab: “Bu, Pak, sekolahku nanti belajarnya kayak gimana?”

Jika perasaan itu pernah hadir, Anda tidak sendirian.

Bagi guru, setiap kebijakan baru sering terasa seperti beban tambahan di atas kesibukan mengajar sehari-hari. Bagi orang tua, ketidakpastian tentang arah pendidikan anak bisa memunculkan kekhawatiran yang sulit diungkapkan.

Namun, bagaimana jika perubahan kali ini justru membawa angin segar? Bagaimana jika Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025 hadir bukan untuk mempersulit, melainkan untuk memuliakan proses belajar anak-anak kita?

Mari kita pahami bersama, dengan kepala jernih dan hati terbuka.


Masalah Umum yang Selama Ini Terjadi

Sebelum membahas solusi, penting untuk mengenali tantangan yang selama ini dihadapi dunia pendidikan kita.

Di Ruang Kelas

Banyak guru merasa terjebak dalam rutinitas mengajar yang padat. Target kurikulum yang luas membuat pembelajaran sering kali bergegas dari satu topik ke topik lain. Akibatnya, siswa menghafal tanpa memahami, mengerjakan tanpa merasakan, dan lulus tanpa benar-benar siap menghadapi kehidupan.

Hasil PISA 2018 menunjukkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills) siswa Indonesia masih tertinggal. Siswa mampu menjawab soal-soal dasar, tetapi kesulitan ketika diminta menganalisis, mengevaluasi, atau menciptakan solusi baru.

Di Rumah

Orang tua sering merasa terpisah dari proses pembelajaran anak. Kurikulum terasa seperti “bahasa asing” yang sulit dipahami. Akibatnya, keterlibatan orang tua terbatas pada menanyakan nilai atau menandatangani rapor—tanpa benar-benar memahami apa yang sedang dipelajari dan dibutuhkan anak.

Di Sistem Pendidikan

Selama ini, keberhasilan pendidikan sering diukur hanya dari nilai akademik. Anak yang pandai matematika dianggap sukses, sementara anak yang memiliki kecerdasan lain—seperti kemampuan berkolaborasi, kreativitas, atau kepemimpinan—kurang mendapat pengakuan yang setara.


Permendikdasmen 13/2025: Inti Perubahan yang Perlu Dipahami

Pada Juli 2025, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menetapkan Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025 sebagai perubahan atas Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Penting untuk dipahami: ini bukan pergantian kurikulum, melainkan penguatan dan penyempurnaan.

Tidak Ada Kurikulum Baru—Ada Pendekatan Baru

Satuan pendidikan tetap menggunakan Kurikulum 2013 atau Kurikulum Merdeka sesuai kesiapan masing-masing. Yang berubah adalah pendekatan pembelajaran dan cara memandang keberhasilan pendidikan.

Pembelajaran Mendalam (Deep Learning): Jantung Perubahan

Pembelajaran Mendalam adalah pendekatan yang menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran yang:

  1. Berkesadaran (Mindful): Siswa tahu mengapa mereka belajar dan untuk apa. Motivasi tumbuh dari dalam, bukan karena takut nilai atau tekanan luar.
  2. Bermakna (Meaningful): Materi terhubung dengan kehidupan nyata siswa. Belajar menghitung bukan sekadar mengisi soal, tetapi memahami cara mengelola keuangan.
  3. Menggembirakan (Joyful): Proses belajar membuat siswa merasa dihargai atas penemuan dan pemahaman yang mereka raih, menciptakan semangat untuk terus belajar.

Seperti yang disampaikan Mendikdasmen Abdul Mu’ti: “Deep Learning mendorong bagaimana belajar bisa memuliakan manusia dengan segala perbedaan kemampuan dan keahliannya.”

8 Dimensi Profil Lulusan: Peta Baru Keberhasilan

Permendikdasmen 13/2025 memperkenalkan 8 Dimensi Profil Lulusan sebagai kompas baru dalam menilai keberhasilan pendidikan. Ini adalah penyempurnaan dari 6 dimensi Profil Pelajar Pancasila sebelumnya:

NoDimensiMakna Singkat
1Keimanan dan Ketakwaan kepada Tuhan YMEMemiliki keyakinan dan mengamalkan ajaran agama, berakhlak mulia
2KewargaanBangga akan identitas budaya, menghargai keberagaman, cinta tanah air
3Penalaran KritisMampu berpikir logis, menganalisis masalah, memanfaatkan literasi dan numerasi
4KreativitasBerpikir kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan tantangan
5KolaborasiMampu bekerja sama secara efektif dengan berbagai pihak
6KemandirianBertanggung jawab atas proses dan hasil belajar sendiri
7KesehatanMenjalankan pola hidup bersih dan sehat, memahami kesehatan fisik dan mental
8KomunikasiMampu menyimak, membaca, berbicara, dan menulis dengan baik

Dengan 8 dimensi ini, anak yang pandai berkolaborasi sama berharganya dengan anak yang pandai matematika. Anak yang memiliki kesadaran spiritual dan kesehatan mental yang baik sama pentingnya dengan anak yang berprestasi akademik.

Intrakurikuler, Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler: Satu Kesatuan

Permendikdasmen 13/2025 menegaskan bahwa pembelajaran tidak hanya terjadi di dalam kelas. Kegiatan kokurikuler—yang memperkuat, memperdalam, dan memperkaya pembelajaran intrakurikuler—kini dirancang lebih integratif dengan fokus pada 8 dimensi profil lulusan.

Kokurikuler bukan kegiatan tambahan, melainkan bagian penting dari pendidikan yang menghidupkan pembelajaran dalam kehidupan nyata. Siswa tidak hanya berpikir, tetapi juga merasa, bertindak, dan berefleksi.


Strategi Praktis: Langkah Nyata yang Bisa Dilakukan

Untuk Guru: Menjadi Fasilitator Pembelajaran Mendalam

Langkah 1: Ubah Mindset dari “Mengajar” ke “Memfasilitasi”

Pembelajaran mendalam bukan tentang menyampaikan informasi sebanyak-banyaknya, melainkan menciptakan pengalaman belajar yang bermakna. Alih-alih bertanya “Sudah sampai bab berapa?”, mulailah bertanya “Apa yang sudah dipahami dan dirasakan siswa?”

Langkah 2: Terapkan Olah Pikir, Olah Hati, Olah Rasa, dan Olah Raga secara Holistik

Setiap pembelajaran idealnya menyentuh keempat aspek ini:

  • Olah Pikir: Ajak siswa menganalisis, bukan sekadar menghafal
  • Olah Hati: Hubungkan materi dengan nilai-nilai kehidupan
  • Olah Rasa: Libatkan emosi dan empati dalam pembelajaran
  • Olah Raga: Berikan kesempatan bergerak dan beraktivitas fisik

Langkah 3: Rancang Pembelajaran Lintas Mata Pelajaran

Seperti disampaikan Mendikdasmen, satu pokok bahasan bisa dikaitkan dengan berbagai tema dan lintas pelajaran. Misalnya, pembelajaran tentang air bisa mencakup IPA (siklus air), Matematika (menghitung volume), Bahasa Indonesia (menulis puisi tentang sungai), dan Pendidikan Pancasila (tanggung jawab menjaga lingkungan).

Langkah 4: Gunakan Asesmen yang Autentik

Penilaian tidak hanya berbentuk ujian tertulis. Gunakan rubrik penilaian dengan kategori Berkembang, Cakap, dan Mahir untuk menilai proses dan perkembangan siswa secara holistik.

Untuk Orang Tua: Menjadi Mitra Pembelajaran di Rumah

Langkah 1: Pahami bahwa Nilai Bukan Segalanya

Dengan 8 dimensi profil lulusan, keberhasilan anak tidak hanya diukur dari angka di rapor. Perhatikan juga perkembangan karakter, kesehatan mental, kemampuan berkolaborasi, dan kemandirian anak.

Langkah 2: Ciptakan Ruang Dialog di Rumah

Alih-alih bertanya “Dapat nilai berapa?”, cobalah bertanya:

  • “Hari ini belajar apa yang menarik?”
  • “Ada kesulitan apa yang ingin kamu ceritakan?”
  • “Kamu bekerja sama dengan siapa hari ini?”

Langkah 3: Dukung Kegiatan Kokurikuler

Kegiatan kokurikuler seperti proyek lingkungan, kunjungan budaya, atau aksi sosial adalah bagian penting dari pendidikan anak. Dukung partisipasi anak dan tunjukkan minat pada apa yang mereka lakukan.

Langkah 4: Terapkan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat di Rumah

Gerakan 7KAIH (7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat) yang terintegrasi dalam kokurikuler bisa dipraktikkan di rumah, seperti membiasakan bangun pagi, menjaga kebersihan, dan mengembangkan kemandirian.

Untuk Anak: Menjadi Pembelajar Aktif

  • Bertanya ketika tidak paham—ini bukan kelemahan, tapi kekuatan
  • Menghubungkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari
  • Berkolaborasi dengan teman, bukan berkompetisi secara tidak sehat
  • Merefleksikan apa yang sudah dipelajari dan bagaimana perasaanmu

Contoh Nyata Penerapan di Kelas dan Rumah

Di Kelas: Proyek “Pahlawan Lingkunganku” (SD Kelas 5)

Seorang guru IPA tidak hanya mengajarkan tentang ekosistem, tetapi mengajak siswa melakukan proyek nyata:

  1. Olah Pikir: Siswa menganalisis kondisi lingkungan sekitar sekolah
  2. Olah Hati: Diskusi tentang tanggung jawab manusia terhadap alam
  3. Olah Rasa: Wawancara dengan petugas kebersihan tentang tantangan mereka
  4. Olah Raga: Aksi bersih-bersih dan membuat kompos dari sampah organik

Proyek ini menyentuh dimensi penalaran kritis (menganalisis masalah lingkungan), kewargaan (peduli lingkungan), kolaborasi (bekerja dalam tim), dan komunikasi (mempresentasikan hasil).

Di Rumah: Momen Belajar dari Kegiatan Sehari-hari

Seorang ibu memanfaatkan waktu memasak bersama untuk pembelajaran mendalam:

  • Matematika: Menghitung takaran bahan, mempraktikkan pecahan
  • IPA: Memahami perubahan wujud saat memasak
  • Kemandirian: Anak belajar menyiapkan makanan sendiri
  • Kesehatan: Diskusi tentang gizi seimbang

Tanpa buku teks, tanpa soal ujian—tetapi pembelajaran yang bermakna dan menggembirakan terjadi.


Perspektif Neurosains dan Psikologi: Mengapa Pendekatan Ini Efektif?

Otak Belajar Lebih Baik dalam Keadaan Aman dan Gembira

Neurosains menunjukkan bahwa ketika siswa merasa terancam (takut salah, takut dihukum), bagian otak yang bertanggung jawab untuk berpikir tingkat tinggi (prefrontal cortex) menjadi kurang aktif. Sebaliknya, suasana belajar yang aman dan menyenangkan mengaktifkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.

Prinsip pembelajaran yang menggembirakan (joyful) dalam Permendikdasmen 13/2025 selaras dengan temuan ini.

Pembelajaran Bermakna Menciptakan Koneksi Neural yang Kuat

Ketika informasi baru dihubungkan dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada, otak membentuk koneksi neural yang lebih kuat dan tahan lama. Inilah mengapa pembelajaran bermakna (meaningful) menghasilkan pemahaman yang lebih dalam dibanding menghafal.

Kesadaran Penuh (Mindfulness) Meningkatkan Fokus dan Regulasi Emosi

Penelitian psikologi menunjukkan bahwa praktik kesadaran penuh membantu siswa meningkatkan fokus, mengelola emosi, dan mengurangi kecemasan. Prinsip pembelajaran berkesadaran (mindful) memberikan fondasi untuk hal ini.


Perspektif Spiritual-Modern: Memuliakan Proses Belajar

Dalam tradisi pendidikan Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah proses “menuntun” anak untuk menemukan potensi terbaiknya. Sistem among dengan nilai asah, asih, dan asuh menekankan bahwa setiap anak adalah individu unik yang perlu dihargai.

Permendikdasmen 13/2025 dengan pendekatan pembelajaran mendalam melanjutkan semangat ini. Belajar bukan sekadar transfer ilmu, melainkan penciptaan suasana yang memuliakan siswa—mengakui keunikan mereka, menghargai proses mereka, dan mendukung pertumbuhan mereka secara holistik.

Dimensi keimanan dan ketakwaan yang menjadi dimensi pertama profil lulusan menunjukkan bahwa spiritualitas tetap menjadi fondasi pendidikan Indonesia. Pendidikan karakter berbasis spiritualitas bukan sekadar ritual, tetapi nilai-nilai universal seperti kejujuran, empati, dan tanggung jawab yang mewarnai seluruh aspek kehidupan.


Ringkasan Poin Penting

  1. Permendikdasmen 13/2025 bukan pergantian kurikulum, melainkan penguatan pendekatan pembelajaran. Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka tetap berlaku.
  2. Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) adalah jantung perubahan, dengan prinsip: berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful), dan menggembirakan (joyful).
  3. 8 Dimensi Profil Lulusan menjadi kompas baru keberhasilan pendidikan: Keimanan & Ketakwaan, Kewargaan, Penalaran Kritis, Kreativitas, Kolaborasi, Kemandirian, Kesehatan, dan Komunikasi.
  4. Intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler adalah satu kesatuan yang saling memperkuat untuk membentuk siswa yang utuh.
  5. Guru berperan sebagai fasilitator, bukan sekadar penyampai informasi. Pembelajaran dirancang holistik melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga.
  6. Orang tua adalah mitra pembelajaran, yang mendukung pengembangan 8 dimensi profil lulusan di rumah melalui dialog, dukungan, dan keterlibatan aktif.
  7. Pendekatan ini didukung oleh neurosains dan psikologi yang menunjukkan bahwa otak belajar lebih baik dalam suasana aman, bermakna, dan menyenangkan.

Ajakan Refleksi: Pertanyaan untuk Hati yang Tenang

Sebelum menutup artikel ini, izinkan saya mengajak Anda berefleksi sejenak.

Untuk Guru:

  • Dalam satu minggu terakhir, berapa kali saya menciptakan momen di mana siswa merasa “Ah, ternyata belajar ini bermakna untuk hidupku”?
  • Apakah saya sudah melihat setiap siswa sebagai individu utuh dengan 8 dimensi potensi, atau masih fokus pada kemampuan akademik saja?
  • Apa satu langkah kecil yang bisa saya mulai besok untuk membuat pembelajaran lebih berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan?

Untuk Orang Tua:

  • Bagaimana saya bisa lebih hadir dalam perjalanan belajar anak—bukan hanya hadir untuk menanyakan nilai?
  • Dimensi mana dari 8 dimensi profil lulusan yang sudah berkembang baik pada anak saya? Dimensi mana yang perlu didukung lebih lanjut?
  • Apa satu kebiasaan di rumah yang bisa saya ubah untuk mendukung pembelajaran mendalam anak?

Perubahan memang tidak selalu mudah. Tetapi ketika perubahan itu mengarah pada kebaikan—pada pendidikan yang lebih memuliakan anak-anak kita—maka perubahan itu layak disambut dengan hati terbuka.

Permendikdasmen 13/2025 bukan sekadar regulasi. Ia adalah undangan untuk kita semua—guru, orang tua, dan seluruh masyarakat—untuk bersama-sama menciptakan generasi Indonesia yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter kuat, beriman, sehat, mandiri, dan siap menghadapi masa depan.

Mari kita mulai dari langkah kecil. Hari ini. Bersama-sama.


“Proses ini membuat seseorang merasa gembira ketika belajar dan meraih pencerahan. Deep Learning mendorong bagaimana belajar bisa memuliakan manusia dengan segala perbedaan kemampuan dan keahliannya.” — Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah


Referensi:

  • Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025
  • Permendikdasmen Nomor 10 Tahun 2025 tentang Standar Kompetensi Lulusan
  • Naskah Akademik Pembelajaran Mendalam (Kemendikdasmen, 2025)
  • Panduan Kokurikuler 2025 (BSKAP Kemendikdasmen)