Pendahuluan
“Nak, fokus dong!”
Kalimat ini mungkin sudah ratusan kali keluar dari mulut Anda sebagai orang tua atau guru. Anak melamun saat mengerjakan PR, pandangan menerawang saat guru menjelaskan, atau tiba-tiba berlari ke sana kemari padahal baru satu menit duduk. Situasi ini tidak hanya membuat frustrasi, tetapi juga memunculkan kekhawatiran: apakah anak saya normal?
Sebelum terburu-buru melabeli anak dengan ADHD atau gangguan konsentrasi lainnya, ada baiknya kita memahami bahwa kesulitan fokus pada anak sering kali bukan masalah medis, melainkan soal bagaimana otak mereka memproses informasi. Di sinilah teknik Submodality dari Neuro-Linguistic Programming (NLP) dapat menjadi solusi yang powerful namun jarang diketahui.
Artikel ini akan mengupas tuntas apa itu submodality, mengapa teknik ini efektif untuk meningkatkan fokus anak, dan yang terpenting—bagaimana cara praktis menerapkannya di rumah maupun di sekolah.
Memahami Mengapa Anak Sulit Fokus
Sebelum membahas solusi, mari kita pahami dulu akar masalahnya. Kesulitan fokus pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor:
Faktor Internal
Kurang tidur merupakan salah satu penyebab paling umum yang membuat anak sulit fokus di sekolah. Tidur berkualitas sangat berperan dalam kemampuan kognitif anak, termasuk kemampuan memecahkan masalah, kreativitas, dan proses emosi. Anak usia 5-13 tahun idealnya membutuhkan 9-11 jam tidur setiap malam.
Kurangnya nutrisi juga berpengaruh signifikan. Otak anak membutuhkan bahan bakar yang tepat untuk berfungsi optimal. Kekurangan zat besi, omega-3, dan vitamin B dapat menurunkan kemampuan konsentrasi.
Kecemasan yang anak rasakan—baik tentang nilai, hubungan dengan teman, atau masalah keluarga—dapat mengalihkan perhatian mereka dari tugas yang sedang dikerjakan.
Faktor Eksternal
Gangguan lingkungan seperti suara televisi, gadget, atau suasana bising dapat dengan mudah mengalihkan perhatian anak. Berbeda dengan orang dewasa yang sudah terlatih menyaring distraksi, anak-anak masih dalam tahap belajar mengelola stimulus dari luar.
Ketidakcocokan gaya belajar juga sering menjadi penyebab. Setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda—ada yang visual, auditori, atau kinestetik. Ketika metode pengajaran tidak sesuai dengan gaya belajar anak, mereka akan kesulitan mempertahankan fokus.
Materi yang tidak menarik adalah faktor klasik. Anak-anak dapat bermain game selama berjam-jam tanpa kehilangan konsentrasi karena game memberikan stimulasi terus-menerus yang menyuplai dopamine—kimiawi otak yang mengatur fokus. Sebaliknya, materi pelajaran yang monoton tidak memberikan stimulasi yang sama.
Catatan Penting
Jika Anda mencurigai anak mengalami ADHD, disleksia, atau gangguan belajar lainnya, konsultasikan dengan profesional. Teknik submodality yang akan dibahas dalam artikel ini ditujukan untuk anak-anak dengan kondisi normal yang membutuhkan bantuan untuk mengoptimalkan fokus mereka.
Apa Itu Submodality?
Definisi Dasar
Untuk memahami submodality, kita perlu memahami dulu konsep modality dalam NLP. Modality merujuk pada sistem representasi panca indera yang dikenal dengan akronim VAKOG: Visual (penglihatan), Auditory (pendengaran), Kinesthetic (perasaan/sentuhan), Olfactory (penciuman), dan Gustatory (pengecapan).
Submodality adalah kualitas atau karakteristik yang lebih detail dari setiap modality tersebut. Dengan kata lain, submodality merupakan informasi yang lebih spesifik dari sistem representasi seseorang—cara otak mengkodekan, menyimpan, dan mendekode pengalaman.
Bayangkan seperti ini: jika Anda menonton film, modality adalah kategori besar seperti “gambar” dan “suara.” Sedangkan submodality adalah detail-detailnya—apakah gambarnya berwarna atau hitam-putih? Terang atau gelap? Besar atau kecil? Apakah suaranya keras atau pelan? Cepat atau lambat?
Jenis-Jenis Submodality
Visual Submodality meliputi berbagai karakteristik seperti terang-gelap, berwarna atau hitam-putih, besar-kecil, dekat-jauh, fokus atau kabur, bergerak atau diam, dan tiga dimensi atau datar.
Auditory Submodality mencakup keras-pelan, cepat-lambat, tinggi-rendah (pitch), jauh-dekat sumber suara, mono atau stereo, dan jernih atau berdengung.
Kinesthetic Submodality meliputi intensitas perasaan, lokasi di tubuh, berat-ringan, panas-dingin, tekstur halus atau kasar, dan bergerak atau diam.
Mengapa Submodality Penting?
Yang menarik dari submodality adalah kemampuannya untuk memengaruhi dan mengubah memori serta emosi kita. Dengan memanipulasi submodality yang terkait dengan suatu pengalaman—misalnya mengubah gambar mental menjadi hitam-putih atau mengurangi volume suara yang terkait—kita dapat secara efektif mengurangi dampak emosional dari pengalaman tersebut.
Sama halnya dengan menonton film horor: jika kita menghilangkan suaranya, kesan menakutkan dari film tersebut akan berkurang drastis. Inilah kekuatan submodality—kemampuan untuk “mengedit” pengalaman internal kita.
Bagaimana Submodality Memengaruhi Fokus Anak?
Koneksi Otak dan Representasi Internal
Setiap informasi yang masuk ke otak anak akan menciptakan “peta mental” yang menjadi dasar sistem kepercayaan di pikiran bawah sadar. Peta mental inilah yang menentukan bagaimana anak memaknai informasi dan pada akhirnya memengaruhi sikap serta perilakunya—termasuk kemampuan fokus.
Ketika anak merasa suatu pelajaran “membosankan,” sebenarnya yang terjadi adalah representasi internal mereka tentang pelajaran tersebut memiliki submodality yang tidak menarik—mungkin gambar mentalnya kecil, gelap, hitam-putih, dan jauh. Sebaliknya, ketika anak sangat tertarik dengan sesuatu (seperti game favorit), representasi internalnya besar, terang, berwarna, bergerak, dan dekat.
Mengubah “Film Internal” Anak
Dengan memahami konsep ini, kita dapat membantu anak mengubah cara mereka merepresentasikan pelajaran atau tugas dalam pikiran mereka. Jika kita bisa membuat representasi internal tentang belajar menjadi lebih “hidup”—lebih besar, lebih terang, lebih berwarna—maka secara otomatis anak akan lebih tertarik dan fokus.
Teknik ini bekerja karena otak tidak membedakan antara pengalaman nyata dan pengalaman yang divisualisasikan dengan detail yang cukup. Ketika anak membayangkan dirinya sukses dan fokus dengan submodality yang kuat, otak akan merespons seolah-olah pengalaman itu benar-benar terjadi.
Teknik Submodality untuk Meningkatkan Fokus Anak
Teknik 1: Memperkuat Gambaran Positif tentang Belajar
Tujuan: Mengubah representasi internal anak tentang belajar dari “membosankan” menjadi “menarik.”
Langkah-langkah:
- Temukan referensi positif Minta anak mengingat aktivitas yang sangat mereka sukai dan bisa fokus lama (misalnya bermain game, menggambar, atau membaca komik). “Coba ingat waktu kamu main game favorit. Rasanya gimana? Asyik banget kan?”
- Identifikasi submodality aktivitas menyenangkan Ajukan pertanyaan untuk mengeksplorasi detail representasi internal:
- “Kalau kamu bayangkan sedang main game itu, gambarnya besar atau kecil di kepalamu?”
- “Terang atau gelap?”
- “Berwarna atau hitam-putih?”
- “Bergerak atau diam?”
- “Dekat atau jauh?”
- “Ada suaranya tidak? Keras atau pelan?”
- “Di mana kamu merasakan semangatnya? Di dada? Perut?”
- Identifikasi submodality aktivitas belajar Lakukan hal yang sama untuk aktivitas belajar yang dianggap membosankan: “Sekarang coba bayangkan waktu kamu mengerjakan PR matematika. Gambarnya seperti apa di kepalamu?”
- Transfer submodality Bantu anak mengubah submodality aktivitas belajar agar mirip dengan aktivitas menyenangkan: “Sekarang, coba perbesar gambar PR matematika itu di kepalamu. Buat lebih terang… tambahkan warna… buat bergerak seperti video… dekatkan ke arahmu… Bagaimana rasanya sekarang?”
- Anchor perubahan Minta anak melakukan gerakan tertentu (seperti menekan ibu jari dan telunjuk) saat merasakan perubahan positif. Gerakan ini bisa digunakan nanti untuk memunculkan kembali perasaan tersebut.
Teknik 2: Mengecilkan Distraksi
Tujuan: Mengurangi daya tarik hal-hal yang mengganggu fokus.
Langkah-langkah:
- Identifikasi distraksi utama Tanyakan apa yang paling sering mengalihkan perhatian anak saat belajar. “Waktu belajar, biasanya kepikiran apa yang bikin susah fokus?”
- Eksplorasi submodality distraksi Biasanya, distraksi yang kuat memiliki submodality yang intens—gambar besar, terang, berwarna, bergerak, dan dekat.
- Manipulasi submodality distraksi Bantu anak mengubah submodality distraksi: “Coba bayangkan HP yang bikin kamu pengen main itu. Sekarang, kecilkan gambarnya pelan-pelan… buat makin kecil… jauhkan dari kamu… buat hitam-putih… kabur… matikan suaranya… Bagaimana sekarang? Masih semenarik tadi?”
- Uji perubahan Minta anak membandingkan perasaan sebelum dan sesudah manipulasi.
Teknik 3: Circle of Excellence untuk Fokus
Tujuan: Menciptakan “saklar” mental yang bisa diaktifkan kapan saja untuk masuk ke mode fokus.
Langkah-langkah:
- Buat lingkaran imajiner Minta anak membayangkan ada lingkaran bercahaya di lantai di depannya. “Bayangkan ada lingkaran bersinar di lantai depanmu. Warnanya apa? Buat seterang dan seindah mungkin!”
- Isi dengan memori fokus Minta anak mengingat saat-saat mereka sangat fokus dan sukses menyelesaikan sesuatu. “Ingat waktu kamu berhasil menyelesaikan puzzle yang susah itu? Atau waktu kamu fokus banget menggambar sampai bagus? Masukkan perasaan itu ke dalam lingkaran.”
- Perkuat submodality Saat anak mengingat, bantu mereka memperkuat submodality:
- Perbesar gambar
- Tambahkan kecerahan
- Perkuat warna
- Perjelas suara positif (self-talk)
- Intensifkan perasaan di tubuh
- Masuk ke lingkaran Minta anak melangkah masuk ke lingkaran dan merasakan semua kualitas fokus itu masuk ke tubuhnya. “Sekarang, langkah masuk ke lingkaran. Rasakan semua energi fokus itu mengalir dari kaki ke seluruh tubuhmu…”
- Anchor dengan gerakan Saat perasaan fokus paling kuat, minta anak melakukan gerakan sederhana (misalnya mengepalkan tangan). “Kepalkan tanganmu dan ingat perasaan ini. Kapan pun kamu butuh fokus, kepalkan tangan seperti ini dan perasaan fokus akan kembali.”
- Latihan reguler Ulangi teknik ini secara rutin untuk memperkuat anchor.
Teknik 4: Swish Pattern untuk Mengubah Kebiasaan Tidak Fokus
Tujuan: Mengganti pola pikir “tidak fokus” dengan “fokus” secara otomatis.
Langkah-langkah:
- Identifikasi pemicu tidak fokus Minta anak mengenali momen tepat sebelum mereka kehilangan fokus. “Biasanya, apa yang kamu lihat atau rasakan tepat sebelum kamu mulai melamun?”
- Buat gambar pemicu Minta anak membuat gambar mental yang jelas tentang momen tersebut (misalnya: melihat buku PR dan merasa malas).
- Buat gambar ideal Minta anak membayangkan dirinya dalam versi terbaik—fokus, semangat, dan produktif. “Sekarang bayangkan dirimu yang sudah jago fokus. Seperti apa? Posisi duduknya gimana? Ekspresi wajahnya? Perasaannya?”
- Lakukan swish
- Tempatkan gambar pemicu besar dan terang di depan
- Tempatkan gambar ideal kecil dan gelap di pojok
- Dengan cepat, kecilkan gambar pemicu sambil memperbesar gambar ideal
- Ucapkan “swish!” saat melakukannya
- Bersihkan layar mental (bayangkan layar putih kosong)
- Ulangi 5-7 kali dengan cepat
- Uji hasil Minta anak mencoba memikirkan pemicu awal dan perhatikan apakah responsnya berubah.
Penerapan Praktis untuk Orang Tua
Rutinitas Pagi: “Setting Mental”
Sebelum anak berangkat sekolah, luangkan 5 menit untuk “setting mental”:
- Visualisasi sukses “Nak, sebelum berangkat, yuk bayangkan hari ini kamu fokus dan semangat belajar. Lihat dirimu di kelas, duduk tegak, mendengarkan guru dengan baik, menjawab pertanyaan dengan percaya diri…”
- Perkuat dengan submodality “Buat gambarnya lebih terang… lebih besar… lebih jelas… Rasakan semangatnya di dadamu…”
- Anchor “Ingat perasaan ini. Kapan pun kamu merasa mulai tidak fokus di kelas, tarik napas dalam dan ingat gambar ini.”
Saat Mengerjakan PR: “Reset Button”
Jika anak mulai kehilangan fokus saat mengerjakan PR:
- Pause sebentar Jangan langsung memarahi. Minta anak berhenti sejenak.
- Identifikasi gangguannya “Apa yang sedang kamu pikirkan tadi?”
- Manipulasi submodality gangguan “Oke, sekarang bayangkan pikiran itu… kecilkan… jauhkan… buat kabur… hilang…”
- Ganti dengan fokus “Sekarang bayangkan PR ini sudah selesai. Gimana rasanya? Lega? Bangga? Perbesar perasaan itu…”
- Lanjutkan dengan porsi kecil “Ayo kita selesaikan 5 soal dulu, lalu istirahat sebentar.”
Sebelum Tidur: “Programming Positif”
Waktu sebelum tidur adalah saat pikiran bawah sadar paling reseptif:
- Review hari ini Tanyakan satu momen di mana anak berhasil fokus hari ini, sekecil apapun.
- Perkuat dengan submodality “Wah, hebat! Coba ingat-ingat lagi momen itu. Buat gambarnya lebih jelas di kepalamu…”
- Sugesti untuk besok “Besok, kamu akan lebih fokus lagi. Bayangkan besok kamu bangun dengan semangat…”
Penerapan Praktis untuk Guru
Awal Pembelajaran: Anchoring Klasikal
- Ciptakan ritual pembuka Gunakan gerakan atau kata kunci yang konsisten untuk menandai “mode belajar dimulai.” “Anak-anak, sekarang kita masuk ke ‘Zona Fokus.’ Tarik napas dalam… hembuskan… Siap belajar!”
- Guided visualization singkat “Tutup mata sebentar. Bayangkan kamu seperti detektif yang siap menemukan hal menarik dalam pelajaran hari ini…”
Selama Pembelajaran: Engagement Berbasis Submodality
- Gunakan bahasa multi-sensori Libatkan berbagai modality dalam penjelasan:
- Visual: “Lihat diagram ini…”
- Auditory: “Dengarkan cerita ini…”
- Kinesthetic: “Rasakan bagaimana…”
- Ajak siswa memvisualisasikan “Bayangkan kalian adalah molekul air. Bagaimana rasanya dipanaskan? Apa yang terjadi dengan gerakan kalian?”
- Variasikan submodality materi
- Gunakan warna berbeda untuk konsep berbeda
- Ubah volume dan intonasi suara
- Libatkan gerakan fisik
Menangani Siswa yang Tidak Fokus
- Hindari teguran langsung Alih-alih menegur, dekati siswa dan gunakan teknik reframing.
- Redirect dengan pertanyaan “Andi, kalau materi ini dibuat jadi film, kira-kira bagian mana yang paling seru menurutmu?”
- Berikan anchor personal Ajarkan siswa yang sering tidak fokus untuk menggunakan “tombol fokus” pribadi (seperti menyentuh daun telinga atau mengetuk meja pelan 3x).
Tips Tambahan untuk Keberhasilan
1. Konsistensi adalah Kunci
Teknik submodality membutuhkan latihan berulang untuk menjadi kebiasaan. Jangan berharap hasil instan—praktikkan secara konsisten selama minimal 21 hari.
2. Sesuaikan dengan Usia Anak
Untuk anak yang lebih kecil (di bawah 7 tahun), gunakan pendekatan yang lebih playful dan konkret—gunakan boneka, gambar, atau bermain peran. Untuk anak yang lebih besar, bisa menggunakan pendekatan yang lebih “ilmiah.”
3. Jadikan Menyenangkan
Ingat, anak-anak belajar paling baik saat mereka merasa senang. Jadikan teknik ini seperti permainan atau petualangan, bukan tugas tambahan.
4. Berikan Contoh dari Diri Sendiri
Anak-anak adalah peniru ulung. Tunjukkan bahwa Anda juga menggunakan teknik serupa dalam kehidupan sehari-hari.
5. Celebrate Small Wins
Setiap kali anak berhasil fokus lebih lama dari biasanya, berikan apresiasi. Ini akan memperkuat asosiasi positif dengan perilaku fokus.
6. Kombinasikan dengan Pendekatan Lain
Teknik submodality akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan:
- Lingkungan belajar yang kondusif
- Jadwal tidur yang teratur
- Nutrisi yang mencukupi
- Aktivitas fisik yang cukup
- Batasan screen time yang sehat
Penutup
Kesulitan fokus pada anak bukan akhir dari segalanya. Dengan memahami cara kerja pikiran anak dan menggunakan teknik yang tepat seperti submodality, kita dapat membantu mereka mengembangkan kemampuan konsentrasi yang akan bermanfaat seumur hidup.
Kunci utamanya adalah kesabaran dan konsistensi. Otak anak sangat plastis dan dapat dilatih untuk fokus dengan lebih baik. Teknik submodality memberikan “remote control” untuk membantu anak mengelola representasi internal mereka—mengecilkan distraksi dan memperbesar motivasi.
Mulailah dengan satu teknik yang paling sesuai dengan kondisi anak Anda. Praktikkan secara rutin, evaluasi hasilnya, dan sesuaikan jika perlu. Dengan pendekatan yang tepat, anak yang tadinya “susah fokus” bisa bertransformasi menjadi pembelajar yang antusias dan berkonsentrasi tinggi.
Yang terpenting, ingatlah bahwa setiap anak unik. Apa yang berhasil untuk satu anak mungkin perlu disesuaikan untuk anak lain. Jadilah pengamat yang baik, dengarkan anak Anda, dan bereksperimenlah dengan berbagai pendekatan hingga menemukan formula yang paling efektif.
Selamat mencoba, dan semoga sukses membantu anak-anak Anda menjadi lebih fokus!
Artikel ini disusun berdasarkan prinsip-prinsip Neuro-Linguistic Programming (NLP) yang dikembangkan oleh Richard Bandler dan John Grinder, serta berbagai referensi pendidikan dan parenting kontemporer.