Bayangkan Anda duduk di samping anak yang sedang mengerjakan proyek STEM kokurikuler. Anda tidak memeriksa setiap langkahnya, tidak mengoreksi setiap kesalahan, tapi hanya bertanya:
“Menurutmu, apa yang akan terjadi kalau kita tambah satu batang es krim di sini?”
Anak berpikir, mencoba, gagal, tertawa, lalu berhasil sendiri. Matanya berbinar. Saat itu Anda bukan pengawas — Anda adalah coach.

Kurikulum baru (Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025, Panduan Kokurikuler, Panduan Pembelajaran & Asesmen, serta Standar Kompetensi Lulusan No. 10 Tahun 2025) secara tegas menempatkan orang tua sebagai mitra pembelajaran, bukan polisi tugas. Anak harus tumbuh mandiri, kreatif, dan bernalar kritis — itu tidak akan terjadi kalau kita terus mengawasi, mengoreksi, dan memaksa.

Masalah Umum Ketika Orang Tua Masih Berperan sebagai Pengawas

  • Anak jadi takut salah → tidak berani bereksperimen (padahal proyek STEM justru butuh trial & error).
  • Motivasi ekstrinsik (“Mama marah kalau nggak selesai”) menggantikan motivasi intrinsik.
  • Dimensi Profil Pelajar Pancasila seperti mandiri, kreatif, dan bernalar kritis terhambat.
  • Hubungan renggang: anak merasa “selalu salah” di mata orang tua.

Apa Kata Kebijakan & Ilmu Pengetahuan Terkini?

Panduan Kokurikuler 2025:
“Orang tua berperan memberikan teladan, membimbing, dan berkolaborasi dalam kegiatan kokurikuler.”
Panduan Pembelajaran & Asesmen:
“Umpan balik harus bersifat mendukung perkembangan, bukan menghakimi.”
Neurosains belajar: ketika anak merasa “saya mampu sendiri”, otak melepaskan dopamin → motivasi intrinsik melonjak.
Psikologi coaching (GROW model): Goal – Reality – Options – Will → anak belajar mengambil keputusan sendiri.

Strategi Praktis: Dari Pengawas Menjadi Coach (Langsung Bisa Dipraktikkan Hari Ini!)

Peran Pengawas (Hindari)Peran Coach (Lakukan)Contoh Kalimat
“Cepat kerjain! Nanti Mama cek.”“Kamu mau mulai dari bagian mana dulu?”Goal-setting
“Salah! Harusnya begini.”“Apa yang terjadi tadi? Menurutmu kenapa?”Reality check
“Pokoknya harus selesai malam ini.”“Apa saja pilihanmu kalau ingin menyelesaikannya?”Options
“Mama sudah bilang kan.”“Besok kamu mau coba langkah apa supaya lebih mudah?”Will/commitment

4 Langkah Coaching Sederhana di Rumah (10–15 menit)

  1. Goal → Tanyakan tujuan anak: “Hari ini kamu ingin capai apa dari proyek ini?”
  2. Reality → Ajak refleksi: “Sekarang sudah sampai mana? Apa yang sudah berjalan baik?”
  3. Options → Buka pilihan: “Kalau ada kesulitan, kira-kira solusi apa yang bisa dicoba?”
  4. Will → Komitmen: “Jadi, langkah pertama yang mau kamu ambil sekarang apa?”

Aktivitas Harian Super Mudah

WaktuAktivitas CoachingTujuan
Sore (pulang sekolah)“Coaching 5 Menit”: Tanyakan Goal & Reality sajaBangun kemandirian
Malam (sebelum tidur)“Refleksi 3 Menit”: Options & WillFuture pacing
Akhir pekan“Proyek Bersama Tanpa Koreksi”: Orang tua hanya bertanya, anak yang memimpinKreativitas & gotong royong

Contoh Nyata

Bu Lina (orang tua kelas 6 SD) dulu selalu mengawasi anaknya mengerjakan tugas. Nilai bagus, tapi anak stres dan takut salah. Setelah beralih jadi coach dengan model GROW + pertanyaan NLP, anaknya kini inisiatif membuat robot sederhana dari barang bekas untuk proyek kokurikuler. Guru melaporkan: “Anak ini sekarang paling berani presentasi dan tidak takut gagal.”

Bagian NLP, Neurosains, dan Kesadaran Spiritual-Modern

  • Reframing NLP: Ubah “Ini tugas” menjadi “Ini kesempatan kamu jadi insinyur kecil hari ini.”
  • Future Pacing: “Bayangkan minggu depan kamu cerita ke teman-teman, ‘Aku bikin ini sendiri lho!’ Rasanya pasti bangga.”
  • Neurosains: Pertanyaan terbuka mengaktifkan prefrontal cortex → anak belajar regulasi emosi dan pengambilan keputusan.
  • Spiritual-Modern: Mendampingi tanpa mengambil alih adalah wujud tawakal + ikhtiar terbaik. Kita mengajarkan anak bertanggung jawab atas hidupnya — itulah makna sejati beriman dan mandiri dalam Profil Pelajar Pancasila.

Ringkasan Poin Penting

  • Kurikulum 2025 menginginkan anak mandiri → orang tua harus jadi coach, bukan pengawas.
  • Gunakan model GROW + pertanyaan terbuka.
  • Biarkan anak salah, biarkan anak mencoba lagi — itu proses belajar sejati.
  • 10–15 menit coaching setiap hari jauh lebih berharga daripada 2 jam mengawasi.

Ajakan Refleksi untuk Anda

Malam ini, coba satu sesi coaching 10 menit saja dengan anak Anda.
Jangan koreksi. Hanya tanyakan 4 pertanyaan GROW.
Amati wajahnya ketika ia menemukan solusi sendiri.
Rasakan sendiri bagaimana hubungan kalian berubah dari “pengawas–tertugas” menjadi “coach–pemain bintang”.

Anda tidak sedang membesarkan anak yang “patuh”.
Anda sedang membesarkan pemimpin masa depan Indonesia.