Bangun Harmoni di Rumah dan Dukung Pembelajaran Kurikulum 2025

Bayangkan Anda meminta anak membersihkan kamarnya, tapi ia malah membantah: “Aku capek, besok aja!” Anda kesal, suara meninggi, dan tiba-tiba konflik meledak.
Atau di sekolah, guru menghadapi murid yang menolak ikut proyek kelompok karena “teman-temannya egois”. Suasana kelas tegang, dan pembelajaran terganggu.
Momen seperti ini sering membuat kita merasa lelah sebagai orang tua atau guru. Tapi, bagaimana jika konflik itu bisa diredam hanya dengan mengubah cara bicara?

Dalam Kurikulum Merdeka (Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025, Panduan Pembelajaran dan Asesmen, serta Panduan Kokurikuler), penekanan pada regulasi emosi dan gotong royong sebagai bagian dari 8 dimensi Profil Pelajar Pancasila membuat konflik bukan lagi hambatan, tapi peluang belajar. Teknik Neuro-Linguistic Programming (NLP) — seperti framing, meta-model, anchoring, dan future pacing — bisa menjadi alat ampuh untuk mengurangi konflik, membangun empati, dan mendukung pembelajaran mendalam di rumah maupun kelas.

Masalah Umum yang Sering Terjadi

  • Anak merasa “disalahkan” → memicu perlawanan, menutup diri, dan menurunkan motivasi belajar.
  • Orang tua/guru bereaksi emosional → konflik eskalasi, hubungan renggang, dan pembelajaran kokurikuler (seperti proyek STEM) jadi tidak optimal.
  • Kurangnya regulasi emosi → anak sulit mencapai dimensi mandiri dan bernalar kritis, seperti yang ditegaskan dalam Standar Kompetensi Lulusan (Permendikdasmen No. 10 Tahun 2025).
  • Di era digital, konflik sering dipicu oleh perbedaan perspektif, tapi kurangnya komunikasi efektif membuatnya berlarut-larut.

Apa Kata Kebijakan & Ilmu Pengetahuan Terkini?

Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 dan Panduan Pembelajaran dan Asesmen menekankan pendekatan diferensiasi dan refleksi untuk mengelola emosi murid. Ini selaras dengan neurosains: konflik memicu amigdala (pusat stres), tapi teknik NLP bisa mengaktifkan prefrontal cortex untuk regulasi emosi yang lebih baik.

Dari psikologi modern, NLP membantu reframing negatif menjadi positif, mengurangi konflik hingga 70% (berdasarkan studi parenting). Perspektif spiritual-modern menambah: konflik adalah ujian untuk membangun akhlak mulia, seperti berkebhinekaan global dan gotong royong dalam Profil Pelajar Pancasila.

Strategi Praktis Teknik NLP (Langsung Bisa Dipakai!)

1. Framing: Ubah Bingkai Pikiran untuk Redam Emosi

  • Alih-alih: “Kamu malas banget, kenapa nggak belajar?”
  • Ganti: “Sepertinya kamu lagi capek ya. Bagaimana kalau kita lihat bagian mana yang paling menarik dari pelajaran ini?”
  • Untuk guru: Di kelas, frame ulang konflik kelompok: “Ini kesempatan bagus untuk belajar gotong royong, seperti dalam proyek kokurikuler.”

2. Meta-Model: Gali Lebih Dalam dengan Pertanyaan Terbuka

  • Tanyakan: “Apa yang membuat kamu merasa seperti itu?” atau “Bagaimana perasaanmu kalau situasinya berbeda?”
  • Untuk orang tua: Saat anak marah karena tugas rumah, tanya: “Apa yang paling sulit dari tugas ini menurutmu?” → Bantu anak refleksi, sesuai panduan asesmen.
  • Untuk anak: Ajari mereka meta-model sederhana: “Kalau aku bilang gini, apa yang kamu rasakan?”

3. Anchoring: Ciptakan Jangkar Positif untuk Mencegah Konflik

  • Setiap selesai bicara, sentuh bahu anak sambil bilang “Kita bisa selesaikan ini bareng ya” → Otak mengaitkan sentuhan dengan rasa aman.
  • Untuk guru: Di akhir sesi refleksi kelas, tepuk tangan bersama: “Hari ini kita hebat!”

4. Future Pacing: Bayangkan Masa Depan Positif

  • Katakan: “Bayangkan kalau kita kerjakan ini sekarang, besok kamu bisa main bebas. Rasanya enak ya?”
  • Integrasi dengan kurikulum: “Kalau kamu ikut proyek STEM ini, nanti kamu bisa jadi seperti insinyur hebat, mandiri dan kreatif.”

Aktivitas Harian Super Mudah (5–10 menit)

WaktuAktivitasTujuan
Pagi hari“Framing Pagi” (Ucapkan 1 hal positif tentang hari ini)Anchoring motivasi
Saat konflik“Meta-Model 3 Pertanyaan” (Apa yang terjadi? Apa yang kamu rasakan? Apa yang bisa kita ubah?)Regulasi emosi
Malam hari“Future Pacing Cerita” (Bayangkan besok lebih baik)Refleksi & pencegahan konflik

Contoh Nyata di Rumah/Kelas

Bapak Andi, orang tua murid SD, dulu sering konflik dengan anaknya soal belajar. Setelah pakai framing dan anchoring, ia bilang: “Kamu pintar kok, bagian mana yang mau kita coba dulu?” Anaknya langsung tenang, dan proyek rumah (kokurikuler) selesai tanpa drama. Di kelas, Guru Sinta pakai meta-model saat murid bertengkar: “Apa yang membuat kalian kesal?” → Mereka belajar gotong royong, nilai proyek STEM naik.

Bagian NLP, Neurosains, dan Kesadaran Spiritual-Modern

  • NLP & Neurosains: Framing mengubah jalur saraf dari stres ke solusi, melepaskan endorfin untuk motivasi intrinsik.
  • Future Pacing: Bantu anak visualisasi sukses, menguatkan dimensi kreatif dan bernalar kritis.
  • Perspektif Spiritual-Modern: Konflik adalah pelajaran untuk empati (akhlak mulia), selaras dengan beriman-bertakwa. Kita ajarkan anak melihat konflik sebagai “jalan menuju harmoni”, bukan musuh.

Ringkasan Poin Penting

  • NLP (framing, meta-model, anchoring, future pacing) redam konflik secara cepat.
  • Selaras dengan kurikulum 2025: regulasi emosi untuk pembelajaran mendalam.
  • Mulai dari rumah/kelas: dengar, pahami, pacing ke positif.
  • Aktivitas harian bikin perubahan nyata.

Ajakan Refleksi untuk Anda

Hari ini, coba satu teknik NLP saat berinteraksi dengan anak/murid.
Amati bagaimana konflik berkurang, dan hubungan jadi lebih hangat.
Ingat, mengurangi konflik bukan hanya untuk hari ini, tapi membangun generasi Pancasila yang kuat — mulai dari Anda.