Bayangkan seorang guru SD yang melihat murid-muridnya lebih suka bermain gadget daripada membaca buku teks tebal. Atau seorang orang tua yang bertanya-tanya, “Kenapa anakku pintar di sekolah tapi kesulitan memecahkan masalah sehari-hari seperti menghemat listrik di rumah?”
Ini adalah cerita nyata yang dialami banyak dari kita. Di tengah banjir informasi digital dan tantangan global seperti perubahan iklim atau revolusi industri 4.0, pendidikan kita harus berevolusi. Itulah sebabnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Permendikdasmen Nomor 10 Tahun 2025 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Panduan STEM Nasional 2025 memperkuat pendekatan STEM (Sains, Teknologi, Enjiniring, Matematika) di semua jenjang — dari PAUD hingga SMA/SMK. Bukan sekadar tambahan mata pelajaran, tapi fondasi untuk membentuk generasi yang tidak hanya pintar, tapi juga kreatif, adaptif, dan berakhlak mulia sesuai Profil Pelajar Pancasila.
Masalah Umum yang Terjadi di Sekolah dan Rumah
Sebagai guru atau orang tua, Anda mungkin merasakan ini:
- Murid bosan dengan hafalan: Pembelajaran tradisional sering kali terasa kaku, membuat anak kehilangan rasa ingin tahu alami mereka.
- Kesenjangan keterampilan abad 21: Di era AI dan digital, banyak lulusan kesulitan berpikir kritis atau berkolaborasi, seperti yang ditunjukkan oleh skor PISA Indonesia yang masih perlu ditingkatkan.
- Kurangnya integrasi nilai lokal: STEM sering dianggap “asing”, padahal bisa dikaitkan dengan kearifan lokal seperti gotong royong dalam proyek lingkungan.
- Beban guru dan orang tua: Waktu terbatas, alat mahal, dan kurangnya panduan membuat implementasi terasa overwhelming.
Kabar baiknya? Kebijakan terbaru ini dirancang untuk mengatasi itu semua, dengan fokus pada pembelajaran mendalam yang holistik dan inklusif.
Penjelasan Inti Berdasarkan Kebijakan & Sains Belajar
Mengapa Kemendikdasmen memilih STEM sebagai prioritas? Jawabannya ada di Permendikdasmen Nomor 10 Tahun 2025, yang menggantikan regulasi lama (Permendikbudristek No. 5/2022) karena tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Dokumen ini menekankan bahwa lulusan harus mencapai kesatuan sikap, keterampilan, dan pengetahuan untuk hidup mandiri dan melanjutkan pendidikan lebih lanjut. STEM menjadi jembatan utama karena:
- Adaptasi terhadap Kemajuan Teknologi: Seperti dijelaskan dalam Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025, kurikulum disesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi global, termasuk mata pelajaran baru seperti Koding dan Kecerdasan Artifisial. Ini mempersiapkan murid menghadapi Industri 4.0, di mana 85% pekerjaan masa depan belum ada saat ini (menurut World Economic Forum).
- Integrasi dengan Profil Pelajar Pancasila: STEM bukan sekadar sains, tapi dihubungkan dengan 8 dimensi Profil Pelajar Pancasila — beriman dan bertakwa, berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, kreatif, global, dan bernalar kritis. Panduan Kokurikuler 2025 mendorong proyek STEM yang kontekstual, seperti membangun taman vertikal sambil belajar toleransi budaya.
- Dasar Neurosains Belajar: Pendekatan inquiry dan problem-based learning dalam STEM merangsang dopamin di otak anak saat mereka “menemukan” sendiri, meningkatkan retensi pengetahuan hingga 75% (berdasarkan studi Harvard). Ini selaras dengan Panduan Pembelajaran dan Asesmen 2024 (Revisi 2025), yang menekankan diferensiasi dan refleksi untuk pembelajaran mendalam.
Intinya, STEM memperkuat kompetensi lulusan agar murid tidak hanya “tahu”, tapi “bisa” dan “berkarakter” — siap untuk Indonesia Emas 2045.
Strategi Praktis (Bertingkat: Guru, Orang Tua, Anak)
Mulai dari yang sederhana. Keputusan Kepala BSKAP Nomor 046 Tahun 2025 menyediakan Capaian Pembelajaran (CP) yang terintegrasi STEM di semua jenjang. Berikut langkah konkret:
Untuk Guru di Kelas (Integrasi Intrakurikuler-Kokurikuler)
- Langkah 1: Rancang Proyek Inquiry (30-45 menit/minggu): Pilih tema dari Panduan Kokurikuler, seperti “Energi Terbarukan”. Murid kelas 5 SD merancang turbin angin dari kardus bekas. Diferensiasi: Anak berkebutuhan khusus fokus pada bagian sederhana seperti mengukur angin.
- Langkah 2: Asesmen Reflektif: Gunakan jurnal: “Apa yang saya pelajari? Bagaimana ini membantu gotong royong?” Sesuai Panduan Pembelajaran dan Asesmen.
- Langkah 3: Kolaborasi Digital: Integrasikan tools gratis seperti Canva for Education untuk presentasi, mendukung dimensi kreatif.
Untuk Orang Tua di Rumah (15-30 Menit/Hari)
- Langkah 1: Aktivitas Harian Problem-Based: Tanya, “Bagaimana kita hemat air mandi?” Coba eksperimen timer + catat data (matematika sederhana).
- Langkah 2: Hubungkan dengan Nilai: Saat memasak bersama (teknologi rumah tangga), diskusikan “Ini seperti gotong royong keluarga, ya?” — anchoring nilai Pancasila.
- Langkah 3: Refleksi Mingguan: Foto hasil aktivitas, bagikan di grup kelas untuk inspirasi bersama.
Untuk Anak (Mandiri & Fun)
- Pilih tantangan dari buku kurasi STEM gratis di buku.kemendikdasmen.go.id: Bangun “robot” dari barang bekas untuk dimensi mandiri.
Contoh Nyata di Kelas & Rumah
Di SD Negeri 1 Yogyakarta, guru menerapkan STEM melalui proyek “Desain Banjir Anti” (enjiniring + sains). Murid kelas 6 berkolaborasi (gotong royong), mengukur model sungai (matematika), dan presentasi digital (teknologi). Hasil? Skor bernalar kritis naik 30%, dan murid lebih peduli lingkungan — selaras dengan dimensi cinta tanah air.
Di rumah, seorang ibu di Jakarta mengubah “malam Minggu” jadi “STEM Night”: Anak SD-nya membuat lampu lava dari minyak + pewarna (sains kimia), sambil diskusi “Ini seperti ciptaan Tuhan yang indah, yuk syukuri” (dimensi beriman). Anak jadi lebih percaya diri bertanya, mengurangi screen time tak berguna.
Sentuhan NLP, Neurosains, & Kesadaran Spiritual-Modern
Gunakan framing positif: Ganti “Ini sulit” jadi “Ini tantangan seru untuk jadi penemu hebat!” — meta-model NLP untuk ubah pola pikir. Anchoring: Saat murid berhasil, pegang bahu mereka sambil bilang “Kamu luar biasa!” — ciptakan asosiasi emosional positif, didukung neurosains (aktivasi amigdala untuk memori jangka panjang).
Future pacing: Tanya, “Bayangkan 10 tahun lagi, ilmu STEM ini bantu kamu ciptakan apa untuk Indonesia?” — visualisasi masa depan. Dari perspektif spiritual-modern: STEM ajarkan “kagum pada ciptaan Tuhan” (beriman), sambil terapkan logika sains — keseimbangan hati dan akal, seperti dalam Profil Pelajar Pancasila.
Ringkasan Poin Penting
- Alasan Utama: Adaptasi teknologi, integrasi Pancasila, dan pembelajaran mendalam untuk kompetensi holistik (Permendikdasmen 10/2025).
- Manfaat: Tingkatkan kritis, kreatif, dan daya saing global tanpa hilang akar budaya.
- Implementasi Mudah: Proyek sederhana, diferensiasi, refleksi — dukung intrakurikuler & kokurikuler.
- Sumber Gratis: Panduan STEM & buku di situs Kemendikdasmen.
Ajakan Refleksi untuk Anda
Luangkan 5 menit hari ini: Tulis satu pertanyaan STEM yang bisa Anda ajukan ke anak/murid, seperti “Bagaimana kita buat mainan ramah lingkungan?” Lihat bagaimana mata mereka berbinar — itu tanda benih Profil Pelajar Pancasila tumbuh.
Yuk, jadi bagian dari gerakan ini. Karena memperkuat STEM bukan hanya soal kebijakan, tapi soal membangun mimpi anak-anak kita untuk Indonesia yang lebih cerah.