Bayangkan Anda sedang mengajari anak cara berenang.
Ada dua cara:
Cara pertama, Anda langsung melempar anak ke kolam dalam sambil berteriak “gerakan tangan-kaki seperti ini!”
Cara kedua, Anda mulai dari kolam dangkal, pegang tangannya, biarkan ia merasakan air, tertawa saat cipratan mengenai wajah, baru perlahan ke tengah kolam sambil tetap mendampingi.
Kurikulum lama sering seperti cara pertama: banyak materi, cepat, tapi banyak anak “tenggelam” — lupa sebulan setelah ujian.
Kurikulum baru (Permendikdasmen 13/2025, Panduan Pembelajaran & Asesmen 2024, Panduan STEM, Panduan Kokurikuler) memilih cara kedua: pembelajaran mendalam.
Anak tidak hanya “tahu”, tapi benar-benar “mengerti, merasakan, dan mampu menghidupkan” ilmunya.

Masalah Umum yang Ingin Diubah
- Anak hafal rumus fisika, tapi tidak paham mengapa pesawat bisa terbang.
- Anak tahu Pancasila, tapi masih sering mengejek teman yang berbeda suku.
- Guru kehabisan waktu mengejar target bab, anak kehilangan rasa ingin tahu.
- Orang tua melihat nilai 90, tapi tidak melihat anak stres dan takut salah.
Makna Inti “Pembelajaran Mendalam” dalam Kebijakan 2025
Dokumen-dokumen resmi (Permendikdasmen 13/2025, Panduan Pembelajaran & Asesmen revisi 2024, Panduan STEM) secara tegas menyatakan:
Kurikulum harus mengutamakan kedalaman pemahaman daripada keluasan cakupan materi.
Ini berarti:
- Satu topik dipelajari lebih lama (2–4 minggu) dengan projek nyata.
- Anak diberi ruang bertanya “mengapa” dan “bagaimana kalau…”.
- Asesmen bukan lagi “berapa yang kamu hafal”, tapi “seberapa dalam kamu memahami dan bisa menerapkan”.
Strategi Praktis yang Bisa Langsung Dipakai
Untuk Guru (mulai Senin depan)
- Ubah 1 bab jadi 1 projek besar
Contoh: IPA “Siklus Air” → 3 minggu membuat “Mini Ekosistem Terarium” di botol + catat hujan buatan setiap hari + diskusi dampak pemanasan global terhadap banjir di kota kita. - Gunakan “3 Lapisan Pertanyaan” setiap akhir sesi
- Lapisan 1 (Pengetahuan): Apa itu siklus air?
- Lapisan 2 (Pemahaman): Mengapa awan bisa hujan?
- Lapisan 3 (Penerapan & Refleksi): Apa yang bisa kita lakukan agar banjir tidak datang ke sekolah kita?
- Kokurikuler wajib 1 jam/minggu → Klub “Inventor Cilik” atau “Penjaga Bumi”.
Untuk Orang Tua (mulai malam ini)
- Ganti pertanyaan pulang sekolah
Dari: “Nilai hari ini berapa?”
Menjadi: “Hari ini kamu menemukan hal baru apa yang bikin kamu takjub?” - Proyek akhir pekan 30 menit
Minggu ini: Buat roket air dari botol bekas → anak belajar gaya dorong, kegagalan (roket jatuh), ketekunan, dan kegembiraan berhasil. - Refleksi syukur 3 menit sebelum tidur
“Hari ini aku bersyukur bisa belajar … karena …”
Contoh Nyata yang Sudah Berhasil
- SDN di Bekasi (2024–2025): Matematika pecahan diajarkan lewat “Memasak Bersama”. Anak membagi adonan kue untuk 28 teman. Hasil: pemahaman pecahan naik drastis, anak yang biasa takut matematika jadi paling berani presentasi.
- Keluarga di Surabaya: Anak takut IPA “Listrik”. Ayah mengajak membuat lampu paralel-seri dari baterai dan kabel bekas selama 2 minggu. Sekarang anak jadi “teknisi rumah” dan nilai IPA naik dari 65 → 92.
Perspektif Ilmu Otak, Psikologi, dan Spiritual-Modern
- Neurosains: Otak menyimpan memori jangka panjang melalui emosi + gerakan tangan + cerita (hippocampus aktif 5× lebih kuat saat anak “melakukan” daripada “mendengar”).
- Psikologi (Carol Dweck): Mindset “belajar itu proses” (growth mindset) hanya tumbuh melalui pengalaman mendalam, bukan hafalan cepat.
- NLP – Future Pacing: Ajak anak membayangkan 10 tahun lagi: “Kalau kamu jadi insinyur yang membangun bendungan, kira-kira ilmu siklus air hari ini akan membantu seperti apa?” Otak langsung memberi makna pada pelajaran hari ini.
- Spiritual: Dalam Al-Qur’an surah Al-Alaq ayat 1–5, perintah pertama adalah “Iqra” (bacalah) dengan nama Tuhan. Pembelajaran mendalam mengajak anak membaca “tanda-tanda kebesaran Allah” di alam nyata — bukan hanya di buku.
Ringkasan Poin Penting
- Kurikulum baru bukan menambah beban, tapi mengurangi materi dan menambah makna.
- Pembelajaran mendalam = lebih sedikit topik, lebih banyak projek, lebih banyak kegembiraan.
- Anak tidak lagi “takut salah”, tapi “senang mencoba lagi”.
- Guru & orang tua cukup ubah 1 kebiasaan kecil → dampak besar dalam 1 semester.
Ajakan Refleksi Malam Ini
Pegang tangan anak Anda (atau bayangkan wajah murid Anda).
Tanyakan pada diri sendiri:
“Apakah hari ini aku sudah memberi mereka kesempatan untuk jatuh cinta pada belajar?”
Kalau jawabannya “belum”, besok cukup lakukan satu hal kecil:
Biarkan mereka bertanya “mengapa” tanpa takut dimarahi, dan jawab dengan sabar atau jawab bersama-sama dengan mencari tahu.
Karena anak yang jatuh cinta pada proses belajar,
akan terus belajar seumur hidup — dengan atau tanpa kita.
Kita sedang membesarkan generasi yang tidak hanya pintar,
tapi juga bijaksana, tangguh, dan berhati nurani.
Salam penuh harapan,
Mari kita berenang bersama anak-anak di lautan ilmu yang dalam dan indah. 🌊✨